EKBISPAR.COM — Pemerintah Provinsi Banten bersama Kejaksaan Republik Indonesia melakukan kerja sama terkait pelaksanaan pidana kerja sosial yang diatur dalam KUHP terbaru, Senin (8/12/2025). Aturan baru tersebut mulai diberlakukan pada Januari 2026 dan membutuhkan sinergi antara pemerintah provinsi, pemerintah kota/kabupaten, serta kejaksaan dalam implementasinya.
Kajati Banten, Bernadeta Maria, menjelaskan bahwa kerja sama ini merupakan kebutuhan mendesak, karena Kejaksaan tidak dapat melaksanakan pidana kerja sosial secara mandiri. “Di mana dalam hal ini kejaksaan tidak dapat melaksanakan sendiri maka berkolaborasi dengan pemerintah daerah baik dari gubernur maupun dengan kajari dengan bupati dan wali kota untuk pelaksanaan kerja sosial ini sehingga nanti selain melaksanakan pidana kerja sosial juga dilaksanakan manfaatnya juga masyarakat,” ujarnya.
Dalam penjelasannya, ia menerangkan bahwa kerja sosial akan bersifat langsung dan menyentuh kebutuhan masyarakat. Ketika seseorang diputus untuk menjalani pidana kerja sosial, maka ia akan diarahkan untuk menjalankan tugas yang sesuai kebutuhan pemerintah daerah. “Jadi misalnya diputus bahwa pelaku tindak pidana itu melakukan kerja sosial, maka bekerja sama kejaksaan dengan pemerintah daerah bisa memberikan bentuk kerja sosial sebagaimana yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah,” terangnya.
Lebih lanjut, jenis pekerjaan sosial yang akan diberikan dapat sangat beragam. “Misalnya membersihkan masjid, membersihkan tempat ibadah, membersihkan menyapu jalan, kemudian juga kaitannya dengan kebersihan lingkungan, seperti itu kira-kira ke depannya,” katanya lagi. Pekerjaan sosial ini bukan hanya sebagai hukuman, tetapi dirancang agar memberikan efek positif dan kontribusi nyata bagi lingkungan.
Selain menjelaskan bentuk kerja sosial, Kejaksaan juga menegaskan bahwa durasi hukuman bergantung pada putusan pengadilan. Dalam keterangannya disebutkan, “Ya nanti kita melihat keputusan pengadilannya, kemudian nanti akan diterakan di situ berapa lama seseorang itu harus melakukan pekerjaan sosial.” Dengan demikian, teknis pelaksanaan benar-benar akan mengikuti regulasi yang berlaku.
Kolaborasi antara Kejaksaan dan Pemerintah Provinsi Banten ini juga bertujuan memastikan bahwa pelaksanaan pidana kerja sosial tetap terarah, terkoordinasi, dan tidak melanggar hak-hak pelaku maupun kepentingan publik. Pemerintah daerah bertugas menyediakan fasilitas, lokasi, serta kebutuhan teknis lainnya, sementara Kejaksaan akan mengawasi pelaksanaan sesuai standar hukum.
Program kerja sosial ini juga menjadi upaya untuk memperkuat pendekatan keadilan restoratif yang saat ini mulai banyak diterapkan dalam sistem hukum Indonesia. Dengan memberikan aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat, pelaku tidak hanya menerima sanksi, tetapi juga turut memperbaiki lingkungan sekitar dan menyadari kesalahannya melalui kegiatan yang produktif.
Melalui kerja sama ini, Pemerintah Provinsi Banten dan Kejaksaan berharap penerapan pidana kerja sosial dalam KUHP baru dapat berjalan lebih baik, terstruktur, dan membawa manfaat yang luas. Kolaborasi ini diharapkan menjadi langkah penting dalam meningkatkan efektivitas pemidanaan, memperkuat sinergi lembaga hukum dan pemerintah daerah, serta menghadirkan keadilan yang lebih humanis bagi masyarakat.
(Sarah)


