EKBISPAR.COM – Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Kota Serang dalam upaya signifikan untuk mengurangi angka pengangguran melalui penempatan pekerja migran ke luar negeri. Penandatanganan ini dilakukan langsung oleh Walikota Serang dengan Ketua Umum APJATI, Said Saleh Alwaini pada Senin, (08/12/25).
Said Saleh Alwaini, Ketua Umum APJATI, menyatakan bahwa kerja sama ini bukan hanya solusi pengangguran dan sumber devisa, tetapi juga “ajang untuk generasi muda kita belajar.”
“Lihatlah proses bekerja ke luar negeri itu sebagai proses belajar bagaimana kita memahami dunia di luar, bagaimana pola kerja mereka, budaya kerja mereka. Dan harapan kita nanti ini bisa menjadi agen-agen agen perubahan yang baik ketika mereka sudah pulang ke Indonesia,” ujarnya.
Langkah awal yang akan dilakukan adalah mencocokkan data demografi tenaga kerja di Kota Serang dengan kebutuhan pekerjaan di luar negeri. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan proses matching antara pencari kerja dengan pemberi kerja.
“Kita matching kan para pencari kerja dengan para pemberi kerja, dan kita akan sambungkan juga dengan ekosistem pendukung penempatan pekerja migran, yang maksud saya adalah pelatihannya, financing-nya, sertifikasinya, bagaimana itu semua bisa hadir ke Kota Serang,” tambah Said Saleh.
Said Saleh juga melihat potensi besar dari warga Kota Serang dan menegaskan bahwa hampir semua sektor bisa terserap di luar negeri, terutama untuk tenaga kerja skill dan profesional.
“Kebutuhan di luar negeri itu kita ngomong ratusan ribu ada, mau ngomong jutaan juga ada,” jelasnya, sambil menambahkan bahwa lebih dari separuh penempatan ke luar negeri saat ini dilakukan melalui anggota APJATI.
Untuk penempatan sendiri Said Saleh mengatakan ada beberapa negara tujuan utama seperti Asia Timur:m seperti Jepang dan Korea, Eropa, Timur Tengah bahkan ada market baru seperti Australia dan Asia Tenggara (termasuk Malaysia dan Brunei).
“Kalau kita di Apjati sih satu dunia, tapi tentunya peluang terbesar itu selalu kita bahas adalah Asia Timur yaitu Jepang dan Korea, kita bahas Eropa, kita bahas Timur Tengah dan market-market baru yang mulai terbuka seperti Australia dan Asia Tenggara terutama termasuk Malaysia dan Brunai,” katanya.
Terkait pembiayaan, APJATI menyebut biayanya relatif tergantung program, dengan beberapa program yang memiliki biaya signifikan (disebutkan contoh Rp40 juta) dan ada pula yang tidak berbiaya sama sekali (gratis).
“Untuk biaya sendiri itu relatif, tergantung programnya apa, ada biaya yang nilainya seperti Bapak sebutkan, ada yang tidak berbiaya sama sekali. Dan ini yang akan segera kita meetingkan secara intens dengan Disnakertrans Kita Serang, juga dengan pemkot Serang, peluang-peluang apa saja yang segera kita hadirkan dan bagaimana kita bisa segera sosialisasikan ini ke masyarakat di sini,” terangnya.
APJATI sedang mengintensifkan koordinasi dengan Pemkot Serang untuk menghadirkan peluang program yang tidak berbiaya. Selain itu, mereka tengah menggodok skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan dukungan pendanaan dari pemerintah pusat sebesar Rp12 triliun untuk penyiapan keterampilan dan bahasa.
“Standarnya persyaratan itu balik lagi tergantung negara tujuan, tapi yang pasti pendidikan paling minim itu adalah SMA kecuali kita bahas agriculture. Kalau perkebunan itu boleh di bawah itu. Dan yang paling penting itu harus mempersiapkan diri. Persiapannya apa? Main mental nomor satu, motivasi, jangan lupa izin keluarga, karena itu menjadi persyaratan juga dan pastinya adalah kemampuan bahasa,” ucap Said Saleh.
“Jika kandidat sudah siap (lulus pelatihan, menguasai bahasa), proses keberangkatan bisa berlangsung 1 hingga 2 bulan. Kontrak standar adalah 2 tahun,” imbuhnya.
Pendapatan terendah bagi pekerja migran di luar negeri dimulai dari sekitar Rp8 juta per bulan, dengan potensi mencapai Rp80 juta untuk sektor dan posisi tertentu.
Selain itu, Said Saleh juga menekankan pentingnya peran APJATI sebagai Asosiasi P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) yang memiliki mandat undang-undang untuk melakukan penempatan dan perlindungan.
“Semua proses kita, mulai dari perekrutan sampai dengan nanti anak ini pulang lagi, itu di bawah tanggung jawab kita,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa insiden perlindungan (teraniaya) sebagian besar terjadi pada penempatan yang tidak sesuai prosedur atau tidak melalui P3MI.
Sebagai tindak lanjut, APJATI berencana segera membuka kantor DPD sekaligus pusat informasi pekerja migran Indonesia di Kota Serang.
Sementara itu Sekretaris Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Serang, Agus Hendrawan, menyambut baik inisiatif ini. Ia menyebut kerja sama ini adalah upaya Walikota untuk mengurangi sekitar 10.000 pencari kerja per tahun di Kota Serang.
“Kami naker (Dinas Ketenagakerjaan) selama ini hanya bisa mengirim ke Jepang 20 orang per tahun. Sekarang ini kuotanya disampaikan (APJATI) 500 ribu orang. Tinggal kitanya siap enggak warga Kota Serang untuk bekerja di luar negeri?” Tutup Agus.(siska)


